Kata
bermakna petunjuk yang sering digunakan dalam bahasa sehari-hari adalah al-hidayah.
tetapi Al-Qur'an tidak pernah sekalipun menggunakan kata tersebut. Kata yang
digunakan adalah al-huda yang disebut sebanyak 85 kali. Adapun kata kerja yang
digunakan Al-Qur’an dalam kaitannya dengan ini ada dua bentuk, yakni:
1. Huda-yahdi yang berarti “memberi petunjuk, menunjukkan“ dan
bentuk-bentuk perubahannya, termasuk dalam bentuk pasif (2 kali), yakni hudiya
– yuhda (diberi petunjuk, ditunjukkan).
2. Ihtada -
yahtadi, artinya “
mendapatkan petunjuk” dan bentuk-bentuk perubahannya.
Ath-Thabathaba’i dalam Al-Mizan fi
Tafsir Al-Qur’an membagi hidayah Allah menjadi: (1) hidayah takwiniyyah, dan
(2) hidayah tasyri’iyyah:
1. Hidayah
takwiniyyah, ialah
hidayah Allah yang berkaitan dengan urusan penciptaan. Hidayah ini diberikan
kepada semua makhluk sepesiesnya masing-masing, seperti petunjuk kepada
kesempurnaan atau perbuatan
masing-masing jenis makhluk dan hal-hal yang telah ditentukan untuknya.
2. Hidayah
Tasyri’iyyah, ialah
hidayah Allah yang berkaitan dengan urusan syari’at, yakni petunjuk pada akidah
yang benar dan amal shaleh. Dr. Wahbah az – Zuhaili berpendapat bahwa Allah
swt. Memberikan lima macam hidayah kepada manusia untuk mencapai kebahagiannya,
yaitu:
Pertama, hidayah al-ilham al-fitr. Hidayah ilham yang bersangkutan
sifat fitri. Hidayah ini diberikan kepada anak sejak kelahirannya. Anak merasa
butuh untuk makan dan minum.
Kedua, hidayah al-hawas. Hidayah indera. Ini untuk melengkapi hidayah
pertama. Kedua hidayah ini dimiliki baik oleh manusia maupun hewa. Bahkan ada
binatang yang mulanya lebih sempurna daripada manusia, sebab ilham pada
binatang telah sempurna hanya beberapa saat setelah bertahap.
Ketiga, hidayah al-‘aql. Hidayah intelektual. Hidayah ini tingkatannya lebih
tinggi dari dua hidayah yang sudah disebut sebelumnya. Manusia diciptakan –
secara alami – sebagai makhluk madani untuk hidup bersama orang lain. Oleh
karena itu hidup bermasyarakat tidak cukup hanya berbekal indera lahir, namunn
diperlukan kemampuan intelektual yang berfungsi untuk mengarahkan kepada
berbagai jalan kehidupan, menjaga dari kesalahan dan penyimpangan, membetulkan
kesalahan-kesalahan inderanya dan menyelamatkan dari tergelincir dalam berbagai
arus hawa nafsu.
Keempat, hidayah ad-din. Hidayah agama. Inilah hidayah yang tidak mungkin
keliru dann sumber yang tidak mungkin sesat. Sungguh akal terkadang keliru dan
nafsu terkadang tergelincir lantaran berbagai kesenangan dan syahwat, sehingga
menjerumuskan ke dalam kebinasaan. Oleh karena itu, manusia memerlukan sesuatu
yang meluruskan, membimbing, dann menunjukkan yang tidak terpengaruh oleh hawa
nafsu. Maka itu perlu dibantu dan ditolong dengan hidayah agama guna membimbing
ke jalan yang paling lurus, baik setelah
atau sebelum terjerumus ke dalam kesesatan. Hidayah ini senantiasa menjadi
penjaga terpercaya yang menjadi tempat bernaung manusia dalam membekali dirinya
dangan kunci-kunci pembuka kebajikan dan mempersenjatai diri dengan kunci-kunci
penutup keburukan sehingga ia selamat dari tergelincir dan dijamin
keselamatannya. Hidayah ini juga memberi informasi tentang batasa-batasan yang
wajib baginya kepada kekuasaan Allah yang mana ia tunduk kepada-Nya dalam
relung jiwanya yang terdalam dan merasa sangat butuh kepada Pemilik kekuasaan
itu, Zat yang telah menciptakan dan
menyempurnakan (penciptaan) dirinya serta menganuherahinya dengan berbagai
kenikmatan lahir dan bathin yang tidak terhitung banyaknya. Oleh karena, itu
hidayah ini adalah hidayah yang paling dibutuhkan oleh manusia guna mewujudkan
kebahagiannya.
Ayat-ayat yang megisyaratkan jenis hidayah ini (hidayah agama) banyak jumlahnya. Antara
lain:
وهدينا ه النّجدين
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (QS. Al-Balad:10)
Maksudnya, Kami telah menjelaskan (sifat-sifat dan ciri-ciri)
jalan kebaikan dan jalan keburukan, jalan kebahagian dan jalan kesengsaraan.
Dan firman-NYa
وامّا ثمود فهديناهم فستحبّوا العمى على الهدى
Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka
telah Kami beri petunjuk tetapi mereka menyukai kebutaan (kesesatan) daripada
petunjuk (QS. Fushshilat:17)
Maksudnya, kami telah menunjukkannya mana jalan kebaikan dan
mana jalan keburukan, tetapi mereka memilih jalan keburukan
Kelima, hidayah al-ma’unah wa at-taufiq. Hidayah pertolongan untuk menempuh
jalan kebajikan dan keselamatan. Hidayah inilah yang diperintahkan oleh Allah
SWT agar kita mohon dalam firmanya-Nya:
اهدنا الصّراط المستقيم
Tunjukilah kami jalan yang lurus (QS.
al-Fatihah:6).
Maksudnya: “berilah kami petunjuk yang dibarengi pertolongan dari hadirat-Mu, petunjuk yang menjaga kami dari kesesatan dan kesalahan”.
Hiadayah kelima ini khusus bagi (hanya dimiliki) Allah SWT,
tidak diberikan kepada seorang pun dari makhluknya, bahkan Dia nafikan juga
dari Nabi Muhammad SAW. Dalam firman-Nya:
انك لا تهدى من احببت ولكنّ الله يهدى من يشاء
Sesungguhnya tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang
kamu kasihi (sekalipum), tetapi Allah lah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya (QS. Al-Qashash:56)
Dan firman-Nya:
ليس عليك هداهم ولكنّ الله يهدى من يشاء
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk,
akan tetapi Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya (QS.
Al-Baqarah:272)
Adapun hidayah yang bermakna petunjuk kepada kebajikan dan
kebenaran ditetapkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw. dalam firman-Nya:
وانك لتهدى الى صراط مستقيم
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus (QS. Asy-Syu’ara:52)
Ringkasnya, hidayah dalam Al-Qur’an
itu ada 2 macam, yaitu:
( 1) Hidayah umum (hidayah
‘ammah):
“Petunjuk pada
kemaslahatan-kemaslahatan para hamba di tempat kembalinya (kelak)”. Ini
mencakup hidayah pertama hingga keempat”.
( 2) Hidayah khusus (hidayah
khashah):
“Pertolongan dan bimbingan untuk
menepuh jalam kebajikan dan keselamatan, yang menyertai (hidayah) petunjuk di
atas” inilah hidayah kelima.
Senada dengan itu, tanpa
perincian yang mendetail, Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi dalam bukunya “Al-Qadha’
wa al-Qadar” mengatakan bahwa kata al-hidayah dalam al-Qur’an mempunyai dua
arti:
Pertama, berarti sebagai petunjuk (ad-dalalah);
dan ini diberikan kepada mahkluk Allah secara umum, kafir ataupun muslim.
Sebagaiman firman-Nya dalam QS. Fushilat:17. Kata hadainahum dalam ayat
ini tidak bisa diartikan membimbing mereka untuk menerima hidayah, tetapi
bermakna Kami menunjukkan mereka jalan menuju kebenaran. Apakah mereka mau
menempuhnya atau tidak, diserahkan pada mereka. Ternyata mereka, kaum Tsamud,
tidak mau mengikuti petunjuk tersebut.
Kedua, sebagai pertolongan (ma’unah)
dan bimbingan (taufiq) kepada kebajikan; dan ini hanya diberikan kepada
orang-orang yang menyambut baik seruan Allah, beriman kepada-Nya, percaya pada
tuntunan-Nya dan patuh pada titah perintah-Nya.
Dengan istilah yang
berbeda namun maksudnya sama dengan kedua pendapat diatas. Ibnu Taimiyah
membagi hidayah menjadi: (1) huda mujmal (hidayah yang bersifat
umum), dan (2) huda mufashshal (hidayah yang terperinci)
Berdasarkan keempat
pendapat ulama tersebut, dapat diketahui bahwa ath-Thabathaba’I menggunakan
istilah yang lebih mendasar untuk membagi hidayah Allah SWT, yang secara
prinsip sebenarnya tidak ada perbedaan dengan az-Zuhaili. Apa yang disebut
hidayah takwiniyah at-Thabathaba’I mencakup hidayah umum pertama hingga
ketika (hidayah ilham, indera, dan intelektual) dari pendapat az-Zihaili,
sedaang apa yang disebut hidayah tasyri'iyah mencakup hidayah umum
keempat (hidayah agama) dan kelima (hidayah khusus : hidayah pertolongan dan
bimbingan). Sementara itu. Antara asy-Syahrawi dan Ibnu Taimiyah tidak ada
perbedaan kecuali hanya pada penggunaan istilah saja. Hanya saja, pada hidayah
umum keduanya hanya membatasi pada hidayah agama saja.
Dari uraian di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa hidayah umum itu diberikan kepada Allah SWT
kepada siapa saja, mukmin ataupun kafir. Melalui Al-Qur’an dan Rasul-Nya, Allah
SWT telah menjelaskan mana jalan kebajikan mana jalan keburukan, menunjukkan
sifat dan ciri masing-masing, mengarahkan pada pada jalan yang semestinya
dilewati, memberikan rambu-rambudan memberikan akibat, balasan, dan terminal
akhir masing-masing jalan. Soal jalan mana yang ingin ditempuh manusia, itu
adalah pilihan mereka. Jika kemudian mau memilih beriman dan menjadi islam maka
dia berpeluang untuk memperoleh hidayah khusus
(terperinci) dan hanya milik Allah SWT dan hanya diberikan kepada mereka
yang taat dan mau senantiasa memohon kepada-Nya. Wallahu a’lam bishawab…
Semoga kita diberi
hidayah dan bimbingan oleh Allah SWT untuk menuju jalan-Nya. Aaamiin…
Semoga
bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar